Pesan Ali Bin Abi Tholib, Empat Amal yang Sulit dari Nasha'ihu Al-Ibad


Berikut adalah pesan dari khalifah besar Sayidina Ali bin Abi Thalib sebagaimana tercantum dalam kitab Nasha’ihu al-Ibad mengemukakan tentang empat amal yang sulit untuk dilaksanakan, namun seorang muslim harus selalu berusaha untuk melaksanakannya. 

Ali Bin Abi Tholib termasuk salah satu Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin berasal dari kata Khulafa’ dan Ar-Rasyidin. Khulafa’ artinya pengganti, sedangkan Ar-Rasyidin artinya mendapat petunjuk. 

Jadi, jika digabungkan Khulafaur Rasyidin artinya pengganti yang mendapat petunjuk. Khulafaur Rasyidin adalah pemimpin yang bersedia untuk menggantikan tugas-tugas Rasulullah SAW. sebagai kepala negara, pemimpin pemerintahan, dan pemimpin umat Islam. 

Tidak semua tugas Rasulullah SAW. dapat digantikan oleh Khulafaur Rasyidin, terutama tugas nabi dan rasul.

Khulafaur Rasyidin ini adalah para khalifah dari 4 sahabat Rasulullah SAW. Mereka menjadi khilafah setelah Rasul wafat. Keempat sahabat Rasul tersebut adalah orang-orang yang mengakui Rasul sejak awal diberi tugas oleh Allah Swt. 

Keempat sahabat ini juga dipilih oleh umat berdasarkan konsensus. Sahabat yang menjadi khilafah setelah Rasul SAW. wafat adalah Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Pada artikel ini gurumurid.id menyajikan 4 pesan dari Sayidina Ali bin Abi Tholib tentang empat amalan yang sulit dilaksanakan, tetapi seorang muslimhendaknya mengamalkanya. Empat amal tersebut adalah:

1. al’afwu ‘indal ghadhab 

artinya memberi maaf ketika dalam keadaan emosi. Memberikan maaf bukanlah hal yang mudah apalagi ketika dalam keadaan emosi. Untuk itulah Rasulullah SAW pernah mengajari para sahabat untuk mengambil air wudhu untuk meredamkan marah. 

Karena marah merupakan bentuk lain dari api syaitan yang menyala-nyala, dan api itu hanya bisa dikalahkan oleh air wudhu. Kondisi manusia ketika marah yang sulit sekali mengendalikan diri, oleh karena itu jika seseorang dalam keadaan marah masih bisa memberikan maaf kepada orang lain, maka sungguh itulah amal yang berat. 

Oleh karena itu, Allah SWT menjamin siapapun yang dapat mengendalikan emosi dan amarahnya selamat dari siksaan api neraka . Demikian keterangan sebuah hadits yang berbunyi:

Barang siapa yang mampu mengendalikan amarahnya, maka Allah akan mengendalikan (menjauhkan) siksa-Nya.   

Memaafkan adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang ditimpakan orang kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal ia mampu untuk membalasnya. 

Gangguan itu bermacam-macam bentuknya. Adakalanya berupa cercaan, pukulan, perampasan hak, dan semisalnya. Memang sebuah kewajaran bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang menyakitinya. Namun alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya. Allah SWT berfirman:


“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40)


2. Al juudi fil ‘usroh 

artinya menjadi pemurah dan dermawan ketika kondisi ‘saku’ (keuangan) kita sedang sempit atau tidak mapan. Menjadi dermawan bukanlah perkara gampang, apalagi berlaku dermawan ketika kondisi keuangan sangat menipis. Oleh karena itu Allah SWT memposisikan orang dermawan sangat dekat dengan-Nya. dalam sebuah hadits diterangkan:


Bahwa orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan masyarakatnya dan jauh dari neraka

Hadits ini bukanlah sekedar hadits motivasi, tetapi merupakan petunjuk dan rambu-rambu bagi siapapun yang ingin memposisikan dirinya dekat dengan Allah SWT, maka hendaklah ia menjadi orang yang dermawan. Baik dalam kondisi longgar, lebih-lebih dalam kondisi sesak.

Disaat kondisi keuangan kita lagi pas pasan, bahkan kalau dihitung-hitung dengan apa yang harus dikeluarkan bisa jadi kurang, lalu tiba-tiba ada seorang pengemis yang benar-benar membutuhkan uluran tangan kita untuk memohon sedekah apa yang kita miliki itu. 

Sebagian besar orang pasti akan mempertimbangkan untuk lebih memperhatikan kebutuhannya sendiri. Dan berpikir untuk berani mengulurkan tangan buat pengemis itu.  Ini juga merupakan situasi yang rumit yang butuh kelapangan dan kebesaran jiwa untuk bisa melakukannya.  


3. Al-iffah fil khulwah, 

yaitu menghindarkan diri dari tindakan haram dalam keadaan sepi tanpa ada siapapun yang melihatnya. Amal ketiga ini merupakan ujian akan keikhlasan seseorang dalam beramal. Bahwa untuk melakukan ataupun menghindari dosa seseorang tidak perlu memperhatikan orang di lingkungannya. 

Karena jika seseorang melakukan sesuatu (amal) karena orang lain akan disebut riya, dan jika meninggalkan sesuatu karena orang lain menjadi syirik. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Iyadh:

Ibnu Iyadh berkata: bahwa tidak melakukan sesuatu karena manusia adalah riya, dan melakukan sesuatu karena manusia adalah syirik


Sudah lazim, bahwa semua perbuatan yang tak baik itu akan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Karena tidaklah wajar jika perbuatan tak senonoh dipertontonkan kepada orang banyak.. atau bila ada yang nekat melakukan demikian, maka perlu dipertanyakan kewarasannya.  

Sebagian besar orang yang telah terbawa oleh hawa nafsunya disaat sendiri dan ingin melakukan kemungkaran, dia tidak sadar dan benar-benar melupakan bahwa Allah SWT juga menyaksikan apa yang akan diperbuatnya. 

Namun yang diperhatikan menganggap tidak ada satupun yang tahu dan melihatnya, sehingga dia merasa aman dan tidak ada yang perlu dikawatirkan.  Kadang malah dikondisi kejiwaan seseorang yang ekstrem, dia bahkan tidak takut walaupun dia juga menyadari bahwa tindakan salahnya itu disaksikan oleh penciptanya.  


4. Qaulul haq liman yahofuhu au yajuruhu, 

yaitu berkata benar di depan orang yang ditakuti atau diharapkan.  Jelas sekali materi terakhir ini berhubungan dengan kejujuran. Karena kebanyakan orang berbicara menyesuaikan atau melihat siapa yang diajak bicara. 

Seringkali orang akan membicarakan hal-hal yang disukai lawan bicaranya, apalagi jika lawan bicaranya itu adalah orang yang ditakuti karena hubungan kerja atau hubungan keluarga. 

Dengan kata lain amal terberat keempat ini merupakan usaha meghindarkan diri dari kebiasaan menjilat. Baik menjilat kepada atasan atau kepada orang yang diharapkan. 

Dari ungkapan Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah di atas, meskipun itu sulit untuk kita kerjakan, kita tetap harus berusaha untuk bisa melaksanakannya dalam kehidupan ini. Semoga dengan itu semua bisa menjadi wasilah untuk mendapatkan ridho dari-Nya. Amien…

Posting Komentar untuk "Pesan Ali Bin Abi Tholib, Empat Amal yang Sulit dari Nasha'ihu Al-Ibad"